Mungkin kita termasuk orang yang pernah “kena tilang”. Lalu orang yang menilang kita menawarkan: “Damai atau tilang?”. Tentu saja, kalau pilih damai, harus ada lembaran yang keluar dari kantong. Iya, memang damai. Namun, oknum yang untung, kita rugi, dan tentu saja negara pasti rugi.

Tentu saja bukan damai model demikian yang kita inginkan. Kita ingin damai yang merupakan buah dari keadilan. Pemimpin mengayomi rakyat, melindungi segenap tumpah darah dari segala bentuk kejahatan. Lebih baik lagi jika kekuasaan negara benar-benar berfungsi menolong. Bukan sebaliknya menindas dan menghisap rakyat. Atau seperti orang yang sedang membelah bambu. Sebagian diangkat, tetapi sebagian yang lain diinjak.

Mana bisa, kekayaan negara dirampok, lalu para perampok itu mengajak berdamai, lalu kita mengiyakan? Bayangkan saja saat anda sekeluarga sedang tidur lelap, rumah anda dirampok, seluruh barang paling berharga anda diangkut. Lalu anda terbangun dan melihat para perampok melakukan aksinya. Apa yang anda lakukan? Kalau anda penakut, pasti akan diam saja karena takut dibunuh, sambil kencing di celana. Kalau anda pemberani, maka anda akan melakukan pencegahan. Jika merasa kuat melakukannya sendiri, anda akan melakukannya sendiri. Namun, jika sadar bahwa yang dihadapi adalah sebuah kawanan, maka anda bisa juga sambil berteriak-teriak agar tetangga-tetangga yang baik mau bangun untuk membantu anda.

Kalau di rumah anda, tetangga anda mengenal anda dengan baik. Tahu mana pemilik rumah dan mana yang masuk dengan tanpa permisi. Mereka yang datang, akan langsung berpihak pada anda. Jelas, mana yang rampok, mana yang pemilik rumah. Namun, kalau di luar rumah anda, jika anda jadi korban maling, bisa saja si maling justru berteriak maling. Anda yang menderita kerugian, tetapi justru anda yang dipukuli banyak orang.

Baca Juga  Berbusana; Kewajiban dan Hak

Untuk urusan ideologi negara yang mau digoyahkan, kita bisa berdebat sampai bodoh dan sulit menemukan mana yang benar. Anggap saja, masing-masing pihak memiliki kebenaran relatif.

Namun, untuk urusan harta kekayaan negara yang dirampok tiada henti, kita sudah memiliki banyak bukti. Dirampok oleh bangsa asing, dan juga anak bangsa sendiri. Caranya bahkan sangat halus, karena bersembunyi di balik aturan legal yang dibuat sedemikian rupa. Yang sesungguhnya perampokan, jadi terkesan hanya sekedar pengambilan. Bahkan, para perampok itu kemudian membagi-bagikan setetes hasil rampokan yang sedemikian besar, mereka terkesan jadi dermawan. Dengan mudah sebagian mereka menang dalam pemilihan. Dengan uang besar, mereka mudah merancang kecurangan. Dengan membayar banyak konsultan, semua bisa disulap, yang kalah jadi menang, yang salah jadi benar.

Namun, tidak semua orang mengalami kebutaan. Di antara ratusan juta orang buta, ada beberapa juta orang yang terlelap, dan ada juga, walaupun sedikit sekali, yang tetap terjaga dan bersinar mata kepala dan mata batinnya. Dan lebih sedikit lagi yang memiliki keberanian untuk mengeluarkan suara untuk membuat yang terlelap terjaga, yang keberaniannya padam jadi menyala. Oleh para perampok dan komplotannya, orang yang demikian itulah yang dianggap menebar keriuhan, kekisruhan, dan permusuhan yang merusak perdamaian.

Jika karena perdamaian maka hak-hak hilang, masa depan melayang, dan generasi mendatang harus menanggung hutang, maka yang harus dilakukan memang adalah perlawanan. Mana ada perlawanan tidak menggunakan semangat permusuhan. Dan apa salahnya melakukan permusuhan terhadap perampokan atau bahkan orang-orang yang melakukannya sekalipun? Apalagi mereka memang sudah sangat keterlaluan. Mereka sudah dibayar dengan mahal, tetapi masih tega mengambil dana bantuan untuk rakyat yang bernasib malang.

Baca Juga  Qur'anic Habit [2] Infak dan Shadaqah

Yang bisa menjawab dengan benar tentu saja hanyalah orang-orang yang beriman. Yang kepada selain Allah, tidak ada ketakutan. Atas segala yang menimpa tidak ada kesedihan. Jika ada tangis, itu hanyalah tangis keharuan dan kebahagiaan. Wallahu a’lam.

Dr. Mohammad Nasih, M.Si.
Oleh: Dr. Mohammad Nasih, Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ, Pembangun Qur’anic Habits di Rumah Perkaderan MONASH INSTITUTE Semarang dan Sekolah Alam Planet NUFO Pilanggowok Mlagen Rembang.

    POLISI DAN PELANGGARAN HAM BERAT

    Previous article

    Tetap Bersatu Meskipun Berbeda

    Next article

    You may also like

    Comments

    Ruang Diskusi

    More in Kolom