Salah Paham Sebaik-baik Bekal Adalah Taqwa

Nasih, Mohammad Salah Paham Sebaik-baik Bekal Adalah Taqwa. BALADENA ID.

[img] Text
index.html

Download (133kB)
Official URL: https://baladena.id/

Abstract

Di antara kutipan yang cukup sering mengenai takwa adalah “sebaik-baik bekal adalah takwa”. Kalimat ini sesungguhnya adalah penggalan dalam QS. al-Baqarah: 197. الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (al-Baqarah: 197). Namun, penggalan ayat tersebut sering dipahami secara salah. Seolah-olah ayat tersebut berarti bahwa takwa adalah sebaik-baik bekal. Untuk merunut akar kekeliruan pemahan dan manarik pemahaman yang benar, perlu dilibatkan sebab turunnya. Dulu orang-orang Yaman pergi haji ke Baitullah di Makkah dengan tanpa bekal. Mereka berprinsip bahwa haji adalah ibadah untuk Allah. Karena itu, dalam pandangan mereka, pastilah Allah akan menolong mereka. Mereka merasa cukup dengan tawakkal, tanpa membawa apa pun untuk memenuhi kebutuhan hidup selama perjalanan pergi, pelaksanaan haji, dan perjalanan pulang. Baca Juga Pembangunan Bidang Agama Karena pemahaman tentang tawakkal yang keliru itu, mereka mereka menjadi peminta-minta untuk bertahan hidup. Karena sikap inilah, turun ayat untuk mempersiapkan bekal untuk hajji ke Baitullah. Sebab, Islam tidak menyukai sikap meminta-minta. Meminta-minta tidak sesuai dengan prinsip menjaga kehormatan diri (‘iffah). لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ “(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.” (al-Baqarah: 273) Dari sini jelas bahwa pokok persoalannya adalah sikap tidak membawa bekal yang dikritik oleh al-Qur’an, lalu al-Qur’an menegaskan bahkwa berbekal itu penting. Dan takwa yang dimaksudkan di sini adalah menjaga diri dari meminta-minta yang semakna dengan ‘iffah.

Item Type: Article
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > BL Religion
Divisions: Faculty of Social and Political Sciences > S1 Political Science / Ilmu Politik
Depositing User: Dr, M.Si Mohammad Nasih
Date Deposited: 01 Mar 2021 12:54
Last Modified: 01 Mar 2021 12:54
URI: http://repository.umj.ac.id/id/eprint/3822

Actions (login required)

View Item View Item