Oleh: Dr. Mohammad Nasih,
Pengajar di Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ, Pengasuh Pondok Pesantren dan Sekolah Alam Planet NUFO Mlagen Rembang.
Nabi Muhammad merupakan pribadi dengan kesuksesan lengkap; material-spiritual, dunia-akhirat. Kesuksesan itu ia raih karena perjuangannya mendapatkan karunia dan pertolongan Allah melalui terutama tiga hal, yaitu: harta, ilmu, dan kekuasaan.
Ia berasal dari keluarga elite Bani Hasyim dengan tradisi dagang dan kedermawanan yang kuat. Tradisi memberikan air minum dan juga roti berkuah berasal dari Bani Hasyim yang karenanya Bani Hasyim makin dihormati. Tentu saja tidak mungkin bisa melakukannya apabila Bani Hasyim tidak memiliki kapital finansial yang kuat. Namun, karena tradisi yang sangat patriarkhis, Muhammad lahir dalam keadaan miskin. Sebab, saat ibunya (Aminah) melahirkannya, ayahnya (Abdullah) telah meninggal dalam perjalanan missi dagang. Berdasarkan tradisi, perempuan tidak mendapatkan warisan, bahkan diwariskan. Ketiadaan ayah inilah yang membuat Muhammad tidak memiliki daya tarik bagi para perempuan dari kalangan badui yang berprofesi sebagai ibu susu. Sebab, mereka memilih anak dari keluarga yang mampu membayar dan menjanjikan jaringan saat anak yang disusui kelak dewasa. Namun, karena sudah tidak ada bayi tersisa di Kota Makkah, maka seorang perempuan bernama Halimah dari Bani Sa’d demi tidak dianggap gagal membawa anak susuan yang akan membuat ekonomi keluarganya menjadi lebih baik, akhirnya memutuskan untuk membawanya. Sejak masih dalam perjalanan banyak peristiwa menakjubkan yang membuat Halimah dan suaminya, Harits, merasa bayi yang mereka berdua bawa bukanlah bayi biasa. Dan tanda-tanda itu makin nyata sesampai Muhammad tiba dan tinggal di rumah mereka. Karena itulah, kontrak menyusui yang semula hanya dua tahu, kemudian diperpanjang. Muhammad baru dikembalikan kepada ibunya setelah kejadian pembelahan dadanya saat ia dan saudara-saudara sesusuannya menggembala.
Sejak masih belia, Nabi Muhammad telah berlatih menjadi seorang profesional dengan menggembala domba dan unta. Selama hidup di bawah asuhan Halimah, Muhammad kecil telah ditempa menjadi pribadi tangguh. Kemampuannya menundukkan unta inilah yang sesungguhnya membuat kafilah yang dipimpin Abu Thalib, pamannya sendiri, mengajaknya dalam sebuah missi dagang yang di tengah perjalanan terjadi pertemuan dengan seorang pendeta Nestorian yang menginformasikan tentang kenabiannga kepada Abu Thalib.
Profesionalitas dan integritas pemuda bernama Muhammad membuatnya kemudian disebut sebagai al-amiin (yang dapat dipercaya). Reputasinya makin menanjak, ketika enam tahun sebelum kerasulannya, hajar aswad terlepas dari tempatnya karena diterjang banjir bandang dan Muhammad menjadi penemu solusi sangat jenius terhadap persoalan yang nyaris menyebabkan konflik antar entitas bani di kalangan Quraisy. Masing-masing bani menganggap bahwa mengembalikannya merupakan pertaruhan superioritas atau kemuliaan, sehingga masing-masing ingin menjadi pelakunya. Tidak ada yang mau mengalah. Melalui sebuah perundingan, diputuskan bahwa orang yang masuk ke lingkungan masjidil haram pertama kali pada keesokan harinya, dialah yang berhak mengembalikannya. Dan ternyata orang yang masuk pertama kali itu adalah Muhammad. Dengan cara yang sebelumnya tidak dipikirkan oleh seorang pun di antara entitas yang sedang berebut superiotas itu, Muhammad meletakkan hajar aswad di atas surban, lalu meminta masing-masing elite kelompok untuk mengangkatnya bersama-sama lalu dia sendiri yang memasangnya kembali ke tempatnya semula.
Integritas Muhammad kemudian sampai kepada seorang perempuan bernama Khadijah yang sejak belia sesungguhnya telah mendapatkan informasi dari Injil bahwa akan datang seorang rasul terakhir bernama Ahmad. Informasi ini rupanya membuatnya memiliki cita-cita menjadi istri rasul terakhir yang dijanjikan itu. Kepada sepupunya, Waraqah bin Naufal, yang merupakan pendeta Nasrani yang mengajarinya, Khajidah menanyakan secara lebih detil sampai mendapatkan data cukup komprehensif bahwa ia lahir di Makkah dari Bani Hasyim. Di antara penulis biografi Nabi Muhammad menduga, karena informasi inilah Khadijah kemudian melakukan uji shahih terhadap pemuda bernama Muhammad dengan menawarkan kepadanya peran sebagai fund manager dengan ditemani seorang budaknya bernama Maysarah. Dari missi dagang ini, makin jelas bahwa Muhammad memang manusia yang luar biasa. Dari missi dagang ini, Muhammad membawa untung berlipat-lipat. Ditambah dengan informasi tentang kemuliaan Muhammad dari Maysarah, Khadijah yang memiliki kekayaan 2/3 kekayaan Makkah, makin terkagum-kagum dan ingin menikah dengannya. Dan setelah menikah, Khadijah menyatakan dengan tegas bahwa Muhammad boleh menggunakan seluruh harta kekayaannya untuk apa pun yang ia inginkan.
Hingga pada suatu malam yang oleh al-Qur’an disebut lailat al-qadar, Allah mengajarkan ilmu yang berisi tentang ketetapan-ketetapan dan pesan moral yang kemudian disebut al-Qur’an (bacaan). Logika di dalam al-Qur’an inilah yang berfungsi panduan bagi umat manusia. Khadijah menjadi orang yang tidak hanya orang pertama yang percaya kepada kerasulan Muhammad, tetapi bahkan menenangkannya saat suaminya terguncang jiwanya oleh wahyu pertama yang sangat puitis. Dan karena wahyu yang diterimanya itu kemudian ia memiliki kewajiban berdakwah atau mengajak mulai dari keluarga terdekat dengan cara sembunyi-sembunyi sampai kepada semuanya secara terang-terangan. Namun, deklarasi kerasulannya mendapatkan penolakan keras, bahkan oleh di antara keluarganya sendiri. Karena tidak mengakui kerasulannya, ayat-ayat yang disampaikannya ditolak sebagai firman Allah. Bacaan indah dan berisi ajaran berbobot itu dianggap sama dengan karya-karya para penyair yang dianggap memiliki khadam (pembantu) jin. Karena itulah, Muhammad dituduh majnun, artinya kerasukan jin, bukan gila sebagaimana dipahami mayoritas orang selama ini.
Penolakan terhadap dakwah Nabi kian hari kian keras. Orang-orang yang beriman, terutama dari kalangan budak, harus menerima siksaan luar biasa kejam, bahkan sampai membuat Sumayyah menjadi syahidah disebabkan oleh tusukan tombak tuannya yang menolak keras deklarasi kenabian Muhammad. Namun, dakwah tetap berjalan. Sampai kemudian terjadi boikot terhadap Nabi dan orang-orang beriman. Seluruh harta Khadijah habis untuk perjuangan dakwah Nabi, sehingga beliau meninggal dalam keadaan memakai baju bertambal. Dakwah kultural di kalangan masyarakat kesukuan dengan tokoh-tokohnya yang telah dikukuhkan sebagai yang berkuasa membuat dakwah Nabi mengalami hambatan besar. Bahkan dilakukan makar untuk menghabisi Nabi Muhammad pada suatu malam. Bersamaan dengan itu, Nabi kemudian melakukan hijrah ke Yatsrib yang kemudian diubah namanya menjadi Madinah (kota, negara), karena sebelumnya telah dilakukan kesepakatan dengan dua suku besar Aus dan Khazraj yang akan menjadikannya sebagai pemimpin.
Di Madinah ini, Nabi Muhammad menjalankan fungsi sebagai pemimpin politik. Di antara prestasi besar sebagai pemimpin politik tertinggi di Madinah ini adalah membuat Piagam Madinah yang menyatukan seluruh entitas politik yang lintas SARA sebagai satu kesatuan yang utuh. Walaupun Nabi Muhammad telah melakukan dakwah secara struktural, beliau tetap melakukan dakwah secara kultural, bahkan dakwah dengan cara yang seolah bukan dakwah, sehingga orang yang didakwahi menerima Islam bukan karena seruan, melainkan karena melihat dan merasakan secara langsung akhlak Islam yang paripurna.
Bermula dari Piagam ini, Nabi Muhammad berhasil membangun negara yang sangat kuat, bahkan hanya dalam tempo kurang dari satu dekade, masyarakat Makkah yang pernah mengusirnya, kemudian bisa ditundukkannya. Bahkan menyerah tanpa perlawanan/peperangan. Sebab, jumlah tentara yang menyertai Nabi Muhammad dalam peristiwa fathu Makkah kira-kira sudah tiga kali lipat penduduk Makkah.
Figur dengan kesuksesan paripurna ini seharusnya membuat umat Islam memiliki kualitas-kualitas insani yang menghela kemajuan diri, masyarakat, bangsa, dan negara. Ajaran Islam, telah terbukti secara historis empiris membuat ummatnya menjadi ummat terbaik dan menjadi rahmat bagi alam semesta. Karena itu, setiap mislim, dengan segala kualitas yang ada pada dirinya memiliki kewajiban untuk terus mentransformasikan dan mengkontektualisasikan keteladanan Nabi Muhammad tersebut secara optimal. Tentu karena kualitas paripurna tidak mungkin terdapat dalam satu diri, harus dilakukan upaya kerjasama dan sinergi dalam mewujudkannya. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Comments